Blogroll

Selasa, 04 Februari 2014

UPAYA PENCEGAHAN BENCANA BANJIR DAN LONGSOR DI INDONESIA

(Repost by : Rulianto Sjahputra)
Kawasan Bundaran Hotel Indonesia dan Jalan MH Thamrin, Jakarta, terendam banjir luapan Sungai Ciliwung, Kamis (17/1/13). Banjir menerjang berbagai kawasan membuat Jakarta lumpuh dan dinyatakan dalam kondisi darurat bencana. (Kompas/Iwan S.)
UPAYA PENCEGAHAN BENCANA BANJIR DAN LONGSOR DI INDONESIA. Tangerang 2014. Layaknya dalam melewati suatu masa akhir tahun dan mengawali tahun baru berikutnya. seharusnya dipenuhi dengan rasa bahagia dan optimis setelah sebelumnya melakukan  intropeksi dan evaluasi terhadap apa saja kelebihan dan kekurangan pada tahun sebelumnya yang telah dialamani. Ternyata uporia kebahagian awal tahun baru saat ini tidak dapat dinikmati oleh sebagian besar anak bangsa Indonesia kita tercinta ini. Rentetan musibah dan bencana telah dirasakan secara intens sejak bulan-bulan terakhir tahun lalu oleh bangsa ini, dan sampai tulisan ini dibuat (awal Pebruari 2014), beberapa musibah bencana alam baik yang datang secara rutin seperti banjir dan tanah longsor, maupun musibah bencana alam murni seperti erupsi gunung berapi masih berlangsung di Indonesia.

Intensitas potensi bencana alam yang terjadi di Indonesia memiliki kecenderungan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai potensi tersebut antara lain adalah banjir pada musim penghujan dan tanah longsor, serta kekeringan pada saat musim kemarau.  Banjir, tanah longsor dan kekeringan merupakan fenomena rutin dengan daerah sebaran yang terjadi juga semakin meluas di hampir seluruh daerah di Indonesia. Tak terkira jumlah korban jiwa dan nilai kerugian yang diderita.

Pada tahun 2013 saja di Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, kerugian akibat banjir yang melanda Ibu Kota kali ini diperkirakan Rp 20 triliun (Balaikota Jakarta, Selasa, 22/1/2013). Sementara di Sulawesi Utara, BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) merilis data sementara kerugian banjir di Manado telah mencapai Rp. 380 triliun (Tribun Manado, Selasa 14/2/2014). Basuki Rakhmat, Kepala Seksi Pengendalian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) seperti dikutip situs Pemprov DKI, beritaJakarta.com, Rabu (15/1/2014), sementara ini tercatat sebanyak 2.761 warga dan tersebar di 20 lokasi pengungsian dengan sebaran dampak kepada 2.925 kepala keluarga (KK) atau 8.064 jiwa yang tersebar di sebanyak 10 kecamatan dan 18 kelurahan di Jakarta. Untuk korban jiwa data sementara yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyebutkan ada 18 orang tewas, 2 orang hilang, 101 rumah hanyut, dan ribuan warga mengungsi. Korban tersebut berasal dari Kota Manado (6 tewas, 1 hilang), Kabupaten Minahasa (6 tewas), Kota Tomohon (5 tewas, 1 hilang) dan Kabupaten Minahasa Utara (1 tewas). Belum lagi kerugian dan korban musibah banjir dan tanah longsor di wilayah Indonesia lainnya mulai dari Indonesia bagian barat, seperti banjir di Jambi akibat luapan Sungai Batanghari yang merendam 5.000 rumah (14/1/2014), sampai ke Indonesia Timur seperti bencana hujan dan tanah longsor di Sentani, Jayapura yang merengut 4 korban pada 4 Januari 2014 kemarin.

Frekuensi kejadian bencana banjir, longsor, dan kekeringan selain karena kerusakan lingkungan, juga dipicu dengan fenomena perubahan iklim. Berdasarkan data BNPB, 2011 bahwa trend bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana yang terjadi tersebut umumnya berkaitan dengan hidrometeorologi (kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang) terjadi rata-rata hampir 80 % dari total bencana di Indonesia. Bahkan menurut catatan Internasional Disaster Database (2007), 10 kejadian bencana terbesar di Indonesia yang terjadi dalam periode waktu 1907 – 2007 terjadi setelah tahun 1990 an dan sebagian besar merupakan bencana yang terkait dengan iklim khususnya banjir, kemudian kekeringan, kebakaran hutan, dan ledakan penyakit.


PENYEBAB UTAMA

Berbicara penanggulangan banjir maupun tanah longsor, maka salah satu kontribusi terbesar terjadinya musibah bencana ini adalah kurang bijaksananya perlakuan kita dalam menjaga keseimbangan dan keserasian alam sekitar kita. Musibah banjir dan tanah longsor serta kekeringan yang terjadi lebih dipandang sebagai fenomena alam biasa yang disebabkan oleh salah satu factor alam yaitu hujan. Banyak kita dengar khususnya dari media dan pejabat pemerintah terkait, bahwa seperti untuk banjir saja yang melanda lebih dikarenakan ketidakmampuan sungai setempat dalam menampung debit curah hujan yang tinggi, serta paling tidak dikatakan karena limpahan (kiriman) air sungai dari daerah lain yang lebih tinggi (daerah hilir sungai) pasca hujan lebat yang terjadi. Jarang yang mau mengakui bahwa penyebab utama terjadinya musibah tersebut lebih dikarenakan perlakuan kita dalam menjaga keseimbangan alam yang tidak bijak dan tidak konsisten.

Untuk itu dianggap sudah sangat mendesak untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan (preventif) dalam upaya solusi penanggulangan bencana banjir dan tanah longsor di Indonesia ke depan yang harus mulai ditingkatkat dengan meliputi kegiatan-kegiatatan nyata yang terencana dan tersistematis pada uraian-uraian berikut dalam tulisan ini. 

UPAYA PENCEGAHAN BENCANA BANJIR DAN LONGSOR DI INDONESIA

I.    PENCEGAHAN PERUSAKAN KAWASAN LINDUNG

Pencegahan perusakan lingkungan di kawasan lindung dimaksudkan untuk melakukan upaya preventif terhadap kegiatan-kegiatan yang berpotensi dapat merusak fungsi lindung kawasan. Berikut beberapa kegiatan yang tidak boleh dilakukan di Kawasan Lindung secara rinci berdasarkan pola penggunaan tiap-tiap kawasan :

1. Kawasan Hutan Lindung

Kegiatan yang tidak boleh dilakukan di kawasan hutan lindung adalah :
  • Mengerjakan kegiatan budidaya apapun;
  • Melakukan penebangan pohon;
  • Mendirikan bangunan terstruktur;
  • Melakukan kegiatan lain yang akan menurunkan fungsi kawasan sebagai pengendali tata air dan pelindung erosi;
2. Kawasan Resapan Air

Tidak diperkenan mendirikan bangunan di kawasan resapan air yang akan menghalangi meresapnya air hujan secara besar-besaran. Pembangunan jalan raya juga dihindari agar tidak menyebabkan pemadatan tanah dan terganggunya fungsi akuifer. Vegetasi yang ada di tempat ini agar dijaga dan tidak dilakukan penebangan komersial.

Sumur resapan air di lingkungan permukiman
Daerah resapan air pada hakikatnya adalah sebuah daerah yang disediakan untuk masuknya air dari permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk suatu aliran air di dalam tanah. Fungsi dari daerah resapan air sendiri adalah untuk menampung debit air hujan yang turun di daerah tersebut. Secara tidak langsung daerah resapan air memegang peran penting sebagai pengendali banjir dan kekeringan di musim kemarau. Dampak yang terjadi bila alih fungsi lahan yang terjadi tak terkendali diantaranya adalah banjir. Banjir terjadi karena tidak adanya tanah yang menampung air hujan. Dampak yang lain yakni kekeringan diwaktu musim kemarau. Ini terjadi karena air hujan yang turun di musim hujan tidak tertampung di dalam tanah akibatnya air tanah sedikit bahkan tak ada lagi.

Untuk memperbaiki dan menambah daerah resapan air bisa dilakukan dengan cara-cara berikut :
  1. Menentukan vegetasi yang tepat untuk ditanam di daerah resapan. Beberapa diantaranya adalah bambu, beringin, bisbul (sejenis kesemek), rambutan, nangka, manggis, dan matoa.
  2. Memperbaiki kondisi tanah agar mudah menyerap air.
  3. Membuat lubang biopori. Pembuatan lubang biopori dapat dilakukan oleh secara pribadi di rumah-rumah sehingga jika dilakukan secara kolektif akan menambah jumlah resapan air di kota besar
  4. Menambah ruang terbuka hijau, misal taman kota.
  5. Membuat sumur resapan.
  6. Menjaga agar luas daerah resapan air tidak terkonversi menjadi bangunan-bangunan yang tidak ramah lingkungan.
Dari beberapa cara diatas, hal yang paling sederhana adalah dengan membuat lubang-lubang biopori minimal di halaman rumah sendiri. Hal besar berawal dari hal kecil.

3. Kawasan Sempadan Sungai

Sepanjang sempadan sungai   tidak diperkenankan digunakan untuk jalan, bangunan, dan kegiatan budidaya lainnya. Pada sempadan sungai harus dilakukan penanaman pohon yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas resapan air dan menjaga agar tidak terjadi penebangan dan pengambilan vegetasi.

4.  Kawasan sekitar danau/waduk

Di kawasan ini harus dijaga agar tidak terjadi penebangan pohon, sedangkan pada kawasan yang gundul dilakukan penanaman pohon.

5. Kawasan sekitar mata air

Dikawasan sekitar mata air, yakni pada radius 200 meter tidak diperkenankan untuk kegiatan budidaya.

II.    LANGKAH PENGURANGAN RESIKO

Di saat musim kemarau, terjadi krisis kualitas dan kuantitas air yang menyebabkan sulitnya penduduk mendapatkan akses air bersih dan kekeringan lahan pertanian. Siklus banjir dan kekeringan tersebut karena terganggunya siklus air dari hulu sampai dengan hilir oleh kegiatan manusia yang kurang atau tidak memperhatikan kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Oleh karenanya perlu adanya kegiatan dan tindakan nyata untuk mengurangi resiko – resiko bencana banjir antara lain :

Jangka Pendek :
  1. Diseminasi informasi daerah rawan banjir dan longsor serta meminta Pemkab/ kota diminta mencermati lokasi yang rawan.
  2. Melakukan pengerukan selokan – selokan maupun endapan sepanjang sungai.
  3. Membenahi saluran air / sungai yang tersumbat oleh bangunan, ataupun sampah terutama di daerah yang tergenang air.
  4. Menghentikan pembuangan sampah ke sungai serta pengawasannya. Mengingat sekitar 29 % masyarakat sekitar aliran sungai selalu membuang sampah ke sungai (Penelitian KLH - JICA, 2007).
  5. Mengkampanyekan, membina masyarakat dan mewajibkan dunia usaha untuk membuat sumur resapan, lubang resapan biopori dan bak penampung air hujan dalam rangka memanen air hujan. Pemanenan air hujan tersebut dapat dilihat pada :
a.   Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan.
b.  Buku Metode Memanen Air dan Memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan Kekeringan.
c.   Panduan Kesiapsiagaan Banjir
d.   Buku saku Lubang Resapan Biopori
e.   Pedoman Pencegahan Banjir dan Longsor

6.  Memobilisasi komunitas masyarakat yang peduli air, sungai maupun bencana banjir untuk mengurangi resiko banjir khususnya di DKI Jakarta, Jabodetabek maupun wilayah lainnya.

Jangka Menengah :
  1. Membuat jaring – jaring sampah pada anak – anak sungai dan pengolahan sampahnya.
  2. Melanjutkan pembuatan cek dam di hulu (program seribu cek dam), sebagai penampung air skala kecil, sumur resapan dan pengurangan sedimen (sedimen trap) ke sungai dengan melibatkan pelaku usaha dan masyarakat sebagai pemanfaat air.
  3. Memulihkan daerah hulu dengan menanam terutama di daerah sumber – sumber air, di tanah terbuka dan semak belukar melalui pemberdayaan masyarakat.
  4. Membangun pola penanganan sistem tanggap darurat yang lebih menekankan kerjasama dengan masyarakat.
  5. Membangun dan memobilisasi komunitas masyarakat yang berada di daerah banjir dengan komunitas masyarakat di lokasi yang akan dijadikan tempat evakuasi/ penampungan pengungsi.
UPAYA PENCEGAHAN BENCANA BANJIR DAN LONGSOR DI INDONESIA
Rujukan : Dari berbagai sumber
Repost by Rulianto Sjahaputra-Kota Tangerang-2014

3 komentar:


  1. Bencana tanah longsor di berbagai daerah Indonesia sangat sering terjadi dan sering mamakan korban baik materi maupun jiwa, dengan pengetahuan mitigasi dan informasi penangulangan adalah salah satu cara yang cukup efektif

    BalasHapus
  2. Mari cegah banjir dengan menanam pohon sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi atas penanaman dan kampanyenya. http://www.greenwarriorindonesia.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menanam pepohonan sangatlah mudah dibandingkan merawat dan menajaga pepohonan yang ada.

      Hapus