Blogroll

Sabtu, 06 Oktober 2012

Sungai Cisadane


Rulianto Sjahputra
Sungai Cisadane di malam hari, Indah.
Sungai Cisadane - Kota Tangerang memiliki 3 aliran daerah sungai (DAS) yang mengalir didalamnya yaitu DAS Cisadane, DAS Cirarab, dan DAS Angke. Dari ketiga DAS tersebut, Sungai Cisadane adalah yang terpanjang lintasannya dan memiliki lebar sungai yang paling luas. Panjang aliran DAS Cisadane di wilayah Kota Tangerang adalah 15 Km. Sementara lebarnya rata-rata 100 m dengan kedalaman 12,5 m, serta debit 70 m3/detik.

Mata air Sungai Cisadane berada di Gunung Salak-Pangrango dengan posisinya berada di sebelah selatan Kabupaten Tangerang dan merupakan sungai yang cukup besar melintasi Tangerang dan Bogor.  Panjang sungai seluruhnya sekitar 80 kilometer yang bermuara di Laut Jawa.

Letak Geografis Sungai Cisadane  yang berada di seluruh wilayah Provinsi Banten, secara geografis terletak antara 1060 5’ dan 1060 9’ Bujur Timur serta 50 00’ dan 60 80’ Lintang Selatan. Luas DAS Cisadane kurang lebih 1.343,77 km2 dengan panjang sungai 79,6 km . Wilayah Aliran Sungai Cisadane ini dibatasi oleh :

- Bagian Utara : dibatasi oleh laut Jawa 
- Bagian Barat : dibatasi oleh DAS Cimanceuri 
- Bagian Timur : dibatasi oleh DAS Angke 
- Bagian Selatan : dibatasi oleh DAS Cimandiri dan DAS Citarik 2.  (Data DSDAP Provinsi Banten).

Sejak dahulu Sungai Cisadane telah dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pengairan. Selain untuk kegiatan pengairan, Pemerintak Kolonial Belanda sendiri telah membuat sebuah bendungan guna mengatur debit air sungai Cisadane yang akan mengalir ke Batavia. Jika tidak demikian dikhawatirkan kota Batavia terendam banjir cukup parah. Bendungan tersebut berdiri megah sampai dengan saat ini di daerah Kota Tangerang, tepatnya di perbatasan antara Kecamatan Karawaci dan Kecamatan Neglasari. Bendungan tersebut masih berfungsi baik saat ini, dan masyarakat Kota Tangerang menyebutnya dengan Bendungan Air Pintu Sepuluh atau Sangego.

Sungai Cisadane
Debit air Sungai Cisadane sendiri sangat bergantung curah hujan di daerah Bogor. Jika curah hujan tinggi bisa dipastikan debit air tinggi bahkan sampai akibatkan meluap. Saat penulis kecil, jarak rumah tidak terlalu jauh dari sungai. Pernah sekali warga sekampung dihebohkan air sungai yang meluap. Ketika itu mudah sekali mendapatkan ikan Lele, Sapu-Sapu, Gabus, dan lainnya. berbondong-bondong warga memenuhi tepi sungai dengan membawa ember. Senang sekali ketika itu bisa panen ikan tanpa repot memancing.

Entah apakah ikan-ikan masih banyak di Sungai Cisadane, lantaran masih adanya beberapa industri yang membuang limbahnya ke aliran sungai. Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang saja pernah mengeluarkan laporan bahwa sungai kebanggan masyarakat Tangerang ini telah tercemar zat limbah seperti sianida, tembaga, seng, dan sebagainya. Ironinya, air sungai digunakan sebagai bahan baku produksi PDAM Kota dan Kabupaten Tangerang yang mensuplai kebutuhan air bersih masyarakat.

Untunglah masih ada perhatian pemerintah untuk menjaga kelestarian Sungai Cisadane. Setidaknya pemerintah melarang pendirian rumah sepanjang bantaran sungai. Jika tidak, tentu limbah rumah tangga menambah pencemaran. Bisa jadi air sungai yang semula coklat berubah menjadi hitam dan bau seperti nasib sejumlah sungai di kota Jakarta. Pemerintah juga bertindak keras terhadap industri yang masih bandel membuang sampah ke sungai.

Pernah ada rencana menjadikan Sungai Cisadane sebagai objek wisata dengan menyediakan perahu yang bisa disewa untuk susuri sungai. Hanya saja, rencana tersebut belum terealisasi sampai sekarang. Setidaknya saat ini setahun sekali Pemkot Tangerang menggelar Festival Cisadane yang selalu menampilkan perlombaan Perahu Naga yaitu lomba dayung di atas sungai Cisadane.

Menyeberangi Sungai Cisadane (source : Museum Benteng Heritage)
Menurut seorang sesepuh, Sungai Cisadane masa lalu lebarnya lebih luas dibandingkan kondisi saat ini. Ketika itu pedagang bamboo sering melintas. Penulis sendiri masih bisa melihat semasa kecil. Pemandangan yang menarik. pedagang bamboo berdiri di atas rakit yang juga dibuat dari batang-batang bambu. Perlahan-lahan si pedagang mendayung rakitnya. Dalam sehari bisa lebih dari tiga kali pedagang melintas. Rasanya pemerintah perlu melirik membuat jalur transportasi air melalui sungai Cisadane.

Aroma mistis pun tidak bisa lepas jika membicarakan Sungai Cisadane. Konon sering dikabari terdapat siluman buaya putih di sungai ini. Siluman ini berwujud buaya dan suka memangsa orang-orang yang sedang beraktifitas di tepi sungai, seperti mandi atau mencuci. Buaya sendiri pun masih bisa ditemukan karena penulis pernah melihatnya terakhir sekitar tahun 2004 di tengah-tengah Sungai Cisadane selama beberapa hari Nampak ke permukaan (sempat menjadi tontonan warga yang melintas di Jembatan Cisadane, Jalan Jagal Kelurahan Mekarsari Kecamatan Neglasari, atau dari lantai atas Gedung Cisadane milik Pemkot Tangerang.

Tetapi masa kini sungai Cisadane menghadapi tantangan jaman yang begitu berat. Upaya melestarikan bisa terus berlangsung jika sungai Cisadane dijadikan sebagai salah satu simbol kota. Sehingga anak-cucu pun masih bisa menyaksikan sebuah sungai yang bersih dan indah yang terpelihara dengan baik.

Sungai Cisadane  - Post by Ruli@nto Sjahputra-2012

1 komentar: